FARMAKOLOGI DARI SISTEM NEUROBEHAVIOUR DAN HASIL-HASIL PENELITIAN TENTANG PENYAKIT NEUROBEHAVIOUR
1. Penyakit Meningitis
Pengobatan/penanganan :
Terapi Meningitis Pengobatan meningitis bakterial akut membutuhkan pemberian antimikroba dengan segera (secara empiris) dan selanjutnya pemberian antimikroba disesuaikan dengan hasil punksi lumbal. Secara empiris digunakan sefalosporin generasi ketiga karena aktif terhadap bakteri patogen pada semua tingkat usia. Mengingat pneumococcus resisten terhadap ceftriaxone dan cefotaxime maka perlu ditambahkan vancomycin dengan atau tanpa rifampicin. Ampicillin ditambahkan untuk mengatasi bakteri Listeria spp. Pada bayi baru lahir, gentamicin ditambahkan untuk memperluas aktivitas antimikroba terhadap bakteri gram negatif. Lama pengobatan meningitis yang disebabkan oleh S. pneumoniae dan H. influenzae 10-14 hari; apabila penyebabnya bakteri gram negatif maka pengobatan dapat diteruskan hingga 3 minggu. Meningitis meningococcus cukup diterapi selama 7 hari. Namun, respon masingmasing pasien terhadap terapi menentukan lamanya pengobatan. Sampai saat ini masih diperdebatkan apakah pemberian antimikroba sebelum masuk rumah sakit efektif menurunkan morbiditas dan mortalitas; demikian pula dengan pemakaian corticosteroi (dexamethasone) sebagai terapi tambahan pada pengobatan meningitis.
2. Penyakit ensefalitis
Pengobatan/penanganan :
· Diazepam
Diazepam merupakan turunan bezodiazepin. Kerja utama diazepam yaitu potensiasi inhibisi neuron dengan asam gamma-aminobutirat (GABA) sebagai mediator pada sistim syaraf pusat. Dimetabolisme menjadi metabolit aktif yaitu N-desmetildiazepam dan oxazepam. Kadar puncak dalam darah tercapai setelah 1 - 2 jam pemberian oral. Waktu paruh bervariasi antara 20 - 50 jam sedang waktu paruh desmetildiazepam bervariasi hingga 100 jam, tergantung usia dan fungsi hati.
Indikasi :
Untuk pengobatan jangka pendek pada gejala ansietas. Sebagai terapi tambahan untuk meringankan spasme otot rangka karena inflamasi atau trauma; nipertdnisitairotot (kelaTrian motorik serebral, paraplegia). Digunakan juga untuk meringankan gejala-gejala pada penghentian alkohol akut dan premidikasi anestesi.
Untuk pengobatan jangka pendek pada gejala ansietas. Sebagai terapi tambahan untuk meringankan spasme otot rangka karena inflamasi atau trauma; nipertdnisitairotot (kelaTrian motorik serebral, paraplegia). Digunakan juga untuk meringankan gejala-gejala pada penghentian alkohol akut dan premidikasi anestesi.
Kontra indikasi :
- Penderia hipersensitif
- Bayi dibawah 6 bulan
- Wanita hamil dan menyusui
- Depress pernapasan
- Glaucoma sudut sempit
- Gangguan pulmoner akut
- Keadaan Phobia
Efek Samping :
Mengantuk,ataksia. kelelahan Erupsi pada kulit. edema, mual dan konstipasi, gejala-gejala ekstra pirimidal. jaundice dan neutropenia. perubahan libido, sakit kepala, amnesia, hipotensi. gangguan visual dan retensi urin, incontinence.
· Fenobarbital adalah antikonvulsan turunan barbiturat yang efektif dalam mengatasi epilepsi pada dosis subhipnotis.
Mekanisme kerja :
Mekanisme kerja menghambat kejang kemungkinan melibatkan potensiasi penghambatan sinaps melalui suatu kerja pada reseptor GABAA, rekaman intrasel neuron korteks atau spinalis kordata mencit menunjukkan bahwa fenobarbital meningkatkan respons terhadap GABA yang diberikan secara iontoforetik. Efek ini telah teramati pada konsentrasi fenobarbital yang sesuai secara terapeutik. Analisis saluran tunggal pada out patch bagian luar yang diisolasi dari neuron spinalis kordata mencit menunjukkan bahwa fenobarbital meningkatkan arus yang diperantarai reseptor GABA dengan meningkatkan durasi ledakan arus yang diperantarai reseptor GABA tanpa merubah frekuensi ledakan. Pada kadar yang melebihi konsentrasi terapeutik, fenobarbital juga membatasi perangsangan berulang terus menerus; ini mendasari beberapa efek kejang fenobarbital pada konsentrasi yang lebih tinggi yang tercapai selama terapi status epileptikus.
Indikasi :
Indikasi utama dari Fenobarbital adalah untuk pengobatan Kejang.
Kejang adalah gerakan otot tonik atau klonik yang involuntar yang merupakan serangan berkala, disebabkan oleh lepasnya muatan listrik neuron kortikal secara berlebihan. Kejang tidak secara otomatis berarti epilepsi. Dengan demikian perlu ditarik garis pemisah yang tegas : manakah kejang epilepsi dan mana pula kejang yang bukan eplepsi.
Istilah “kejang” bersifat generic, dan dapat dipergunakan penjelasan-penjelasan lain yang lebih spesifik sesaui karakteristik yang diamati. Kejang dapat terjadi hanya sekali atau berulang. Kejang rekuren, spontan, dan tidak disebabkan oleh kelainan metabolism yang terjadi bertahun-tahun disebut epilepsy . bangkitan motorik generalisata yang menyebabkan hilangnya kesadaran dan kombinasi kontraksi otot tonik-klonik yang sering disebut kejang.
Kontra indikasi :
Hipersensitif terhadap barbiturat atau komponen sediaan, gangguan hati yang jelas, dispnea, obstruksi saluran nafas, porfiria, hamil.
Efek Samping :
Mengantuk, kelelahan, depresi mental, ataksia dan alergi kulit, paradoxical excitement restlessness, bingung pada orang dewasa dan hiperkinesia pada anak; anemia megaloblastik(dapat diterapi dengan asam folat)
· Volproate
Valproate diyakini mempengaruhi fungsi neurotransmitter GABA dalam otak manusia, menjadikannya sebagai alternatif untuk garam lithium dalam pengobatan gangguan bipolar.
Prinsip mekanisme kerjanya diyakini penghambatan GABA transaminasi (dengan transaminase GABA menghambat).
Valproate juga diyakini untuk membalikkan proses transaminasi untuk membentuk lebih GABA. Oleh karena itu, secara tidak langsung Valproat bertindak sebagai agonis GABA. Namun, beberapa mekanisme lain tindakan dalam gangguan neuropsikiatri telah diusulkan untuk asam valproik dalam beberapa tahun terakhir.
Asam valproik juga menghalangi saluran tegangan-gated sodium dan T-jenis saluran Kalsium. Mekanisme ini membuat Asam valproat obat Spektrum Luas anticonvulsant.
Asam valproat adalah suatu inhibitor enzim deacetylase histon 1 (HDAC1) karena itu adalah inhibitor deacetylase histon.
3. Penyakit Bell’s Palsy (Paralisis wajah)
Paralisis bell (paralis wajah) karna keterlibatan perifer saraf kranial ketujuh pada salah satu sisi, yang mengakibatakan kelemahan atau paralisis otot wajah. Penyebabnnya tidak diketahui, meskipun kemungkinana penyebabnnya dapat meliputi iskemia vaskular, penyakit virus, penyakit autoimun.
Pengobatannya:
Terapikortikosteroid dapat diberikan untuk menurunkan inflamasi dan edema, yang pada gilirannya mengurangi kompresi vaskular dan memungkinkan perbaikan sirkulasi darah ke saraf tersebut. Pemberian awal terapi kortikosteroid ditujukan untuk mengurangi penyakit semakin berat, mengurangi nyeri, dan membantu mencegah atau meminimalkan denervasi.
Nyeri wajah dikontrol dengan analgetik, kompres pada sisi wajah yang sakit dapat diberikan untuk meningkatkan kenyamanan dan aliran darah sampai ke otot tersebut
4. Penyakit tetanus
· Benzodiazepin
Diazepam merupakan golongan benzodiazepin yang sering digunakan. Obat ini mempunyai aktivitas sebagai penenang, anti kejang, dan pelemas otot yang kuat. Pada tingkat supraspinal mempunyai efek sedasi, tidur, mengurangi ketakutan dan ketegangan fisik serta penenang dan pada tingkat spinal menginhibisi refleks polisinaps. Efek samping dapat berupa depresi pernafasan, terutama terjadi bila diberikan dalam dosis besar. Dosis diazepam yang diberikan pada neonatus adalah 0,3-0,5 mg/kgBB/kali pemberian. Udwadia (1994), pemberian diazepam pada anak dan dewasa 5-20 mg 3 kali sehari, dan pada neonatus diberikan 0,1-0,3 mg/kgBB/kali pemberian IV setiap 2-4 jam. Pada tetanus ringan obat dapat diberikan per oral, sedangkan tetanus lain sebaiknya diberikan drip IV lambat selama 24 jam.
· Barbiturat
Pada SSP
Barbiturat berkerja pada seluruh SSP, walaupun pada setiap tempat tidak sama kuatnya. Dosis nonanastesi terutama menekan respon pasca sinap. Penghambatan hanya terjadi pada sinaps GABA-nergik. Walaupun demikian efek yang terjadi mungkin tidak semuanya melalui GABA sebagai mediator.
Barbiturat memperlihatkan beberapa efek yang berbeda pada eksitasi dan inhibisi transmisi sinaptik. Kapasitas berbiturat membantu kerja GABA sebagian menyerupai kerja benzodiazepine, namun pada dosis yang lebih tinggi dapat bersifat sebagai agonis GABA-nergik, sehingga pada dosis tinggi barbiturat dapat menimbulkan depresi SSP yang berat.7,8
Pada susunan saraf perifer
Barbiturat secara selektif menekan transmisi ganglion otonom dan mereduksi eksitasi nikotinik oleh esterkolin. Efek ini terlihat dengan turunya tekanan darah setelah pemberian oksibarbital IV dan pada intoksikasi berat.8
Pada pernafasan
Barbiturat menyebabkan depresi nafas yang sebanding dengan besarnya dosis. Pemberian barbiturat dosis sedatif hampir tidak berpengaruh terhadap pernafasan, sedangkan dosis hipnotik menyebabkan pengurangan frekuensi nafas. Pernafasan dapat terganggu karena : (1) pengaruh langsung barbiturat terhadap pusat nafas; (2) hiperefleksi N.vagus, yang bisa menyebabkan batuk, bersin, cegukan, dan laringospasme pada anastesi IV. Pada intoksikasi barbiturat, kepekaan sel pengatur nafas pada medulla oblongata terhadap CO2 berkurang sehingga ventilasi paru berkurang. Keadaan ini menyebabkan pengeluaran CO2 dan pemasukan O2 berkurang, sehingga terjadilah hipoksia.1,3,7
Pada Sistem Kardiovaskular
Barbiturat dosis hipnotik tidak memberikan efek yang nyata pada system kardiovaskular. Frekuensi nadi dan tensi sedikit menurun akibat sedasi yang ditimbulkan oleh berbiturat. Pemberian barbiturat dosis terapi secara IV dengan cepat dapat menyebabkan tekanan darah turun secara mendadak. Efek kardiovaskular pada intoksikasi barbiturat sebagian besar disebabkan oleh hipoksia sekunder akibat depresi nafas. Selain itu pada dosis tinggi dapat menyebabkan depresi pusat vasomotor diikuti vasodilatasi perifer sehingga terjadi hipotensi.1,2,8
Pada Saluran Cerna
Oksibarbiturat cenderung menurunkan tonus otot usus dan kontraksinya. Pusat kerjanya sebagian diperifer dan sebagian dipusat bergantung pada dosis. Dosis hipnotik tidak memperpanjang waktu pengosongan lambung dan gejala muntah, diare dapat dihilangkan oleh dosis sedasi barbiturat.1,3
Pada Hati
Barbiturat menaikan kadar enzim, protein dan lemak pada retikuloendoplasmik hati. Induksi enzim ini menaikan kecepatan metabolisme beberapa obat dan zat endogen termasuk hormone stroid, garam empedu, vitamin K dan D.3
Pada Ginjal
Barbiturat tidak berefek buruk pada ginjal yang sehat. Oliguri dan anuria dapat terjadi pada keracunan akut barbiturat terutama akibat hipotensi yang nyata.7,8
Indikasi :
Penggunaan barbiturat sebagai hipnotik sedatif telah menurun secara nyata karena efek terhadap SSP kurang spesifik yang telah banyak digantikan oleh golongan benzodiazepine. Penggunaan pada anastesi masih banyak obat golongan barbiturat yang digunakan, umumnya tiopental dan fenobarbital.
Kontra Indikasi
Barbiturat tidak boleh diberikan pada penderita alergi barbiturat, penyakit hati atau ginjal, hipoksia, penyakit Parkinson. Barbiturat juga tidak boleh diberikan pada penderita psikoneurotik tertentu, karena dapat menambah kebingungan di malam hari yang terjadi pada penderita usia lanjut.
· Obat anti tetanus (ATS)
Farmakologinya : Menetralkan toksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani dan digunakan untuk memberikan kekebalan pasif sementara terhadap tetanus, tetapi imunoglobulin tetanus lebih disukai.
Indikasi :
Pencegahan dan pengobatan tetanus.
Kontra indikasi
Efek Samping
1. Reaksi anafilaktik: jarang terjadi, tetapi bila ada timbulnya dapat segera atau dalam waktu beberapa jam sesudah suntikan.
2. Serum sickness: dapat timbul 5 hari setelah suntikan berupa demam,gatal-gatal, eksantema, sesak napas dan gejala alergi lainnya
HASIL-HASIL PENELITIAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN SISTEM NEUROBEHAVIOUR
1. Penyakit Meningitis
Tidur dengan Hewan Peliharaan Bisa Tularkan Meningitis
Sebagian orang memperlakukan binatang peliharaan seperti anggota keluarganya sendiri. Namun jangan sembarangan mengajaknya tidur seranjang, sebab binatang peliharaan itu bisa menularkan berbagai penyakit berbahaya termasuk meningitis.
Pusat pengendalian penyakit Amerika Serikat, Centers for Disease Control (CDC) baru-baru ini merilis hasil penelitian yang mengejutkan tentang binatang peliharaan. Kontak fisik dengan kucing dan anjing ternyata sangat berisiko menularkan penyakit zoonosis (ditularkan oleh hewan).
Salah satu penyakit mematikan yang mudah menular lewat kontak langsung dengan binatang peliharaan adalah meningitis atau radang selaput otak. Penyakit ini memiliki risiko kematian hingga 50 persen, kalaupun bisa sembuh masih ada risiko kerusakan saraf permanen seperti lumpuh, epilepsi atau gangguan mental.
Dalam penelitian yang akan dimuat dalam jurnal Emerging Infectious Diseases edisi Februari 2011, CDC mencatat beberapa kasus penularan meningitis dari binatang peliharaan. Kasus-kasus itu umumnya terjadi melalui kontak cairan tubuh terutama air liur.
Salah satunya menimpa seorang wanita 44 tahun di Arizona yang baru-baru ini terjangkit meningitis. Berdasarkan pengakuannya, penularan bakteri meningococus penyebab meningitis terjadi karena ia gemar mencium kucing peliharaannya di bagian mulut atau hidung.
Sementara itu, seorang bayi di wilayah lain yang tidak disebutkan lebih detail juga tertular meningitis dari kucing peliharaan. Kucing tersebut memainkan dan menggigit dot yang kemudian digunakan oleh si bayi untuk minum susu.
Kasus lain menimpa seorang pria yang tidak disebutkan asal maupun identitasnya. Pria ini tertular meningitis gara-gara sering mengajak anjingnya tidur seranjang, hingga suatu ketika si anjing menjilati luka bekas operasi pinggulnya.
Terkait kebiasaan tidur bersama hewan peliharaan, Prof Bruno Chomel sang peneliti yang berasal dari University of California memberikan imbauan khusus. Menurutnya, kebiasaan ini tidak hanya berisiko menularkan meningitis tetapi juga pes (plague).
Pes adalah penyakit mematikan yang bisa ditularkan oleh anjing dan kucing melalui kutu yang menghinggapinya. Kutu-kutu yang terinfeksi bakteri penyebab pes yakni Yersinia pesti ini bisa menularkannya pada manusia yang bersentuhan dengannya.
“Penularan penyakit dari binatang peliharaan ke majikan sangat jarang, tetapi sangat mungkin terjadi. Penelitian ini tidak untuk menakut-nakuti, tetapi menyadarkan bahwa tidur dengan hewan peliharaan selalu ada risikonya,” ungkap Prof Chomel seperti dikutip dari CNN, Senin (24/1/2011).
Di sisi lain, sejumlah pakar lain mengatakan bahwa keberadaan binatang peliharaan di dalam keluarga punya manfaat tersendiri bagi kesehatan. Sebuah penelitian mengungkap, anak-anak yang hidup berdampingan dengan kucing, anjing atau peliharaan lainnya punya daya tahan tubuh yang relatif lebih baik.
Selain itu, bermain dengan binatang peliharaan disebut-sebut bisa meningkatkan kadar oksitosin atau hormon penangkal stres. Akibatnya jika seseorang sering bermain dengan hewan peliharaan, maka risikonya untuk mengalami depresi menjadi lebih rendah.
(detikHealth.com)
2. Penyakit Ensefalitis
Ensefalitis adalah peradangan akut otak yang disebabkan oleh infeksi virus. Terkadang ensefalitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, seperti meningitis, atau komplikasi dari penyakit lain seperti rabies (disebabkan oleh virus) atau sifilis (disebabkan oleh bakteri). Penyakit parasit dan protozoa seperti toksoplasmosis, malaria, atau primary amoebic meningoencephalitis, juga dapat menyebabkan ensefalitis pada orang yang sistem kekebalan tubuhnya kurang. Kerusakan otak terjadi karena otak terdorong terhadap tengkorak dan menyebabkan kematian.
Komplikasi jangka panjang dari ensefalitis berupa sekuele neurologikus yang nampak pada 30 % anak dengan berbagai agen penyebab, usia penderita, gejala klinik, dan penanganan selama perawatan. Perawatan jangka panjang dengan terus mengikuti perkembangan penderita dari dekat merupakan hal yang krusial untuk mendeteksi adanya sekuele secara dini. Walaupun sebagian besar penderita mengalami perubahan serius pada susunan saraf pusat (SSP), komplikasi yang berat tidak selalu terjadi. Komplikasi pada SSP meliputi tuli saraf, kebutaan kortikal, hemiparesis, quadriparesis, hipertonia muskulorum, ataksia, epilepsi, retardasi mental dan motorik, gangguan belajar, hidrosefalus obstruktif, dan atrofi serebral
Ensefalitis selain menjadi masalah di China juga merupakan penyakit yang menjadi masalah dibeberapa negara Asia lainnya, seperti: Jepang, Korea, Thailand, Taiwan, India. Negara yang masih mempunyai wabah berkala termasuk Vietnam, Cambodia, Myanmar, Nepal, dan Malaysia. Selain menyebabkan ensefalitis dengan cacat mental apabila sembuh, angka kematian yang ditimbulkan juga cukup tinggi. Penyakit ini ditularkan kepada manusia dengan melalui gigitan nyamuk Culex sp., Anopheles sp. Reservoir utama dari virusnya adalah babi.
Di Indonesia virus Japanese Echepalitis sudah banyak diisolasi baik dari vektornya maupun babi dan binatang mamalia yang lain, seperti; sapi, ayam dan kambing. Prevalensi dari kasus Japanesese encephalitis di Indonesia belum diketahui dengan pasti. Memang banyak dilaporkan adanya kasus ensefalitis dari rumah sakit di Indonesia, tetapi apakah ensefalitis itu disebabkan oleh virus Japanese Encephalitis tidak diketahui.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan di RSCM Jakarta didapatkan sebuah hasil bahwa dari 95 penderita ensefalitis karena infeksi virus. Dalam penelitian yang menggunakan metode yang spesifik dan sensitive yaitu ELISA diketemukan hanya 9 spesimen yang positif artinya ensefalitis disebabkan oleh virus Japanese Encephalitis.
Komplikasi jangka panjang dari ensefalitis berupa sekuele neurologikus yang nampak pada 30 % anak dengan berbagai agen penyebab, usia penderita, gejala klinik, dan penanganan selama perawatan. Perawatan jangka panjang dengan terus mengikuti perkembangan penderita dari dekat merupakan hal yang krusial untuk mendeteksi adanya sekuele secara dini. Walaupun sebagian besar penderita mengalami perubahan serius pada susunan saraf pusat (SSP), komplikasi yang berat tidak selalu terjadi. Komplikasi pada SSP meliputi tuli saraf, kebutaan kortikal, hemiparesis, quadriparesis, hipertonia muskulorum, ataksia, epilepsi, retardasi mental dan motorik, gangguan belajar, hidrosefalus obstruktif, dan atrofi serebral
Ensefalitis selain menjadi masalah di China juga merupakan penyakit yang menjadi masalah dibeberapa negara Asia lainnya, seperti: Jepang, Korea, Thailand, Taiwan, India. Negara yang masih mempunyai wabah berkala termasuk Vietnam, Cambodia, Myanmar, Nepal, dan Malaysia. Selain menyebabkan ensefalitis dengan cacat mental apabila sembuh, angka kematian yang ditimbulkan juga cukup tinggi. Penyakit ini ditularkan kepada manusia dengan melalui gigitan nyamuk Culex sp., Anopheles sp. Reservoir utama dari virusnya adalah babi.
Di Indonesia virus Japanese Echepalitis sudah banyak diisolasi baik dari vektornya maupun babi dan binatang mamalia yang lain, seperti; sapi, ayam dan kambing. Prevalensi dari kasus Japanesese encephalitis di Indonesia belum diketahui dengan pasti. Memang banyak dilaporkan adanya kasus ensefalitis dari rumah sakit di Indonesia, tetapi apakah ensefalitis itu disebabkan oleh virus Japanese Encephalitis tidak diketahui.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan di RSCM Jakarta didapatkan sebuah hasil bahwa dari 95 penderita ensefalitis karena infeksi virus. Dalam penelitian yang menggunakan metode yang spesifik dan sensitive yaitu ELISA diketemukan hanya 9 spesimen yang positif artinya ensefalitis disebabkan oleh virus Japanese Encephalitis.
3. Penyakit Bell’s Palsy (Paralisis wajah)
Hati-Hati, Udara Dingin Bisa Sebabkan Bell`s Palsy!
Jum'at, 22 Oktober 2010 - 17:52 wib
BANYAK orang kaget ketika melihat Samuel Zylgwyn, kekasih Alexandra Gotardo. Mulutnya menceng. Orang mengira ia menderita stroke. Padahal tidak. Itu Bell`s Palsy!
Menurut spesialis saraf, dr Arman Yurisaldi Saleh SpS, Bell`s Palsy merupakan gejala klinis dari suatu penyakit mononeuropati (gangguan yang mengenai satu syaraf). Syaraf yang dimaksud adalah saraf no.7 (nervus fascialis). Saraf ini juga sering disebut syaraf fascialis. “Ini saraf 7 yang terkena adalah saraf 7 yang tepi,” katanya. Inti dari saraf 7 berada di batang otak.
Perlu diketahui, syaraf 7 berfungsi mengatur otot-otot pergerakan organ pada daerah wajah, antara lain di daerah mulut dan gerakan seperti meringis dan bibir maju ke depan. Pada daerah mata, syaraf ini juga mengatur seputar pergerakan kelopak seperti memejam, pergerakan kelopak bola mata, dan mengatur aliran air mata. “Saraf 7 juga ada serabutnya yang menuju ke arah kelenjar ludah dan juga ke bagian pendengaran,” sambung dr Arman.
Nah, pada kasus Bell`s Palsy, saraf ini mengalami gangguan. Saraf tidak dapat mengantar impuls motorik kepada otot karena terjerat akibat pembengkakan. Sekadar diketahui, susunan saraf 7 dari inti di bagian otak hingga ujung saraf itu sangat panjang.
Beberapa bagian saraf itu akan melewati sebuah celah atau rongga di dekat telinga yang disebut canalis facialis. Rongga tersebut sangat sempit.
Dalam keadaan normal, saraf bisa melewati celah kecil itu. Tapi jika saraf mengalami peradangan, saraf akan membengkak. Diameternya menjadi lebih besar. Karena itulah, saraf tak bisa melewati celah itu.
Saraf terjerat di dalam canalis facialis. Bila sudah demikian, kemampuan saraf untuk menghantarkan impuls terganggu. Impuls dari bagian inti di batang otak tidak akan sempurna disalurkan atau bahkan bisa berhenti karena bagian badan saraf yang meradang tersebut tidak dapat meneruskan impuls hingga ke ujung sarat atau akson.
Akibatnya, otot-otot pada organ yang langsung berhubungan dengan saraf tersebut tak berfungsi. Organ yang langsung berhubungan dengan saraf tersebut tak berfungsi. Organ menjadi lumpuh.
“Saraf ini menghidupi otot, menginervasi. Otot itu baru bisa bergerak kalau ada listrik yang melalui saraf. Jadi, karena aliran listriknya turun, otot jadi seperti lumpuh,” terang dr Arman. Itulah mengapa terjadi kelumpuhan pada separuh daerah wajah.
Gejala awal Bell`s Palsy sangat beragam. Misalnya, mata menjadi kering, telunga terasa bergemuruh, susah mengangkat alis, kelopak mata tidak bisa ditutup, dan bola mata memutar ke atas karena kelopak mata yang lumpuh dipaksa menutup. Pada akhirnya gejala Bell`s Palsy akan menunjukkan kelumpuhan pada separuh wajah. Ini pula yang membedakan Bell`s Palsy dengan stroke. “Pada akhirnya gejala yang sangat tampak adalah separuh wajah menjadi lumpuh,” jelas dokter yang sedang menyelesaikan studi S3 tentang saraf ini.
Hingga saat ini penyebab penyakit yang kerap dianggap stroke ini masih diteliti. Namun beberapa literatur menunjukkan bahwa Bell`s Palsy ini disebabkan oleh infeksi virus. Dan virus ini pun sangat beragam seperti virus herpes, virus hepatitis, dan beberapa virus lainnya.
Selain itu, masih ada hal lain yang diduga kuat turut menyebabkan Bell`s Palsy. Faktor genetik, seperti riwayat keluarga yang pernah mengalami Bell`s Palsy, juga menunjukkan angka terjadinya kasus ini sebanyak 4 persen dari total kasus.
Bell`s Palsy ini juga, lanjut dr Arman, berhubungan dengan suhu dan udara dingin. Meskipun data pendukung faktor ini masih sangat kurang, data (anamnesis) dari sekian banyak pasien yang mengalami Bell`s Palsy merujuk pada faktor itu. Misalnya, sopir kendaraan yang tiba-tiba merasa mulutnya bergeser atau menceng setelah membuka jendela kaca mobil. “Orang yang sering tidur di lantai, pada saat bangun mulutnya langsung menceng. Atau biasanya kalau di daerah itu orang sering pergi-pergi ke tempat yang lembap seperti ke sumber mata air. Setelah itu, wajah mereka lumpuh dan mereka mengatakan itu karena ditampar hantu. Padahal karena Bell`s Palsy. Dan semua contoh itu berhubungan dengan udara atau suhu yangn dingin,” terangnya.
Berbahayalah Bell`s Palsy ini? Bell`s Palsy, bila dibandingkan dengan stroke, bisa dikatakan tidak terlalu berbahaya. Malah penyakit ini bisa sembuh dengan sendirinya. Untuk menghindari cacat pascapenyembuhan, pasien dianjurkan menjalani terapi kortikosteroid, penyembuhannya lebih cepat dan sedikit meninggalkan cacat,” imbuh dr Arman.
Penyakit ini memiliki masa akut selama 7 hari. Bila pada masa tersebut pasien mendapatkan terapi kortikosteroid, kemungkinan pasien sembuh tanpa cacat sangat besar. Oleh karena itu, pasien tidak boleh terlambat mendapatkan penanganan dalam kurun waktu 72 jam. “Sebaiknya dilakukan penanganan selama 72 jam. Hasil penelitian menunjukkan penanganan lewat dari 72 jam hasil klinisnya buruk,” kata dr Arman.
Penanganan terhadap penyakit ini mesti diperhatikan baik-baik mengingat saraf memiliki kemampuan untuk memperbaiki diri. “Kalau saraf itu mengalami kerusakan, saraf akan berusaha untuk memperbaiki diri. Pada orang pasca Bell`s Palsy yang tidak ditangani dengan baik, saraf ini akan mengalami pertumbuhan aberrant,” tegas dr Arman.
Pertumbuhan aberrant adalah pertumbuhan saraf yang menuju pada organ bagian hidung mengalami kerusakan, saraf akan memperbaiki diri. Saraf akan tumbuh kembali dan menuju tempat yang sama. Ini bila dilakukan penanganan tepat. Bila tidak, saraf bisa tumbuh dan mengarah ke tempat lain seperti ke arah mata.
Sehingga jika hidung mengalami rangsangan, hidung tak dapat mengenali atau mencium bau. Justru akan keluar air mata. Selain itu, penanganan yang tidak tepat juga kerap menyebabkan gerakan sinkinesis. Data dari jurnal menunjukkan sebanyak 85 persen penyakit Bell`s Palsy sembuh sempurna dalam waktu 3 minggu dan sebanyak 15 persen pasien sembuh dalam waktu 3-4 bulan dengan atau tanpa cacat yang menyertainya.
Bell`s Palsy ini perlu diwaspadai mengingat selama ini banyak sekali orang yang salah persepsi dan menyebutnya stroke. “Perlu diwaspadai supaya orang tidak melakukan tindakan yang over. Lumpuh di wajah sudah dikira stroke. Misalnya, orang di usia muda mengalami lumpuh sebelah di wajah sudah dikira stroke. Tentunya ini dapat menyebabkan kepanikan.
Karena pengetahuan masyarakat yang minim, tentunya ini bukanlah hal yang menyenangkan, bukan? Dan kalau orang sudah panik, biasanya bisa melakukan hal-hal yang over. Misalnya, minta dirawat inap dan sebagainya. Kalau sudah seperti itu kan hubungannya dengan biaya. Mahal tentunya. Namun kalau tahu apa yang harus dilakukan kan tidak demikian,” terang dr Arman.
(Genie/Genie/tty)
4. Penyakit Tetanus
Mengkudu, si buruk rupa multiguna
TUMBUHAN mengkudu (Morinda citrifolia) sudah sejak lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Tumbuhan berbuah kuning pucat tersebut bisa ditemui di berbagai daerah. Biasanya tumbuh secara liar di pekarangan atau pinggir jalan. Selain mengkudu, nama lokal lain adalah pace, bentis, kemudu (Jawa), cangkudu (Sunda), kondhuk (Madura), bangkudu (Batak), neteu (Mentawai), keumudee (Aceh), tibah (Bali) atau rewonang (Dayak). Namun secara internasional, mengkudu lebih dikenal sebagai “noni” yang merupakan sebutan khas orang Hawaii.
Sayangnya, karena kebodohan dan ketidaktahuan kita, buah mengkudu nyaris tidak mendapat perhatian. Apalagi bentuk buahnya yang cenderung bak si “buruk rupa” dan baunya kurang sedap menjadikan mengkudu seperti seorang penderita kusta yang tercampakan. Hanya sedikit orang yang mengonsumsinya, itu pun hanya dijadikan bahan rujak coel selingan karena bosan dengan buah lain.
Untuk sekian lama, mengkudu seperti musnah dalam kehidupan orang Indonesia dan nyaris tak ada orang yang merasa kehilangan. Pohon yang tersisa pun banyak ditebang. Baru kemudian ketika para ahli mengumumkan bahwa mengkudu sesungguhnya memiliki sifat multiguna sebagai tanaman obat, kita tersentak. Si “buruk rupa” pun kini banyak dicari orang dan menjadi salah satu primadona bisnis dengan omset miliaran rupiah.
“Back to nature”
Harus diakui, terangkatnya pamor mengkudu tidak terlepas dari fenomena back to nature yang kini banyak digandrungi orang. Khususnya sejak pakar tanaman obat Prof. Hembing Wijayakusumah memperkenalkan mengkudu sebagai salah satu tanaman obat berkhasiat. Berdasarkan catatan, terhitung sejak 1998 perkembangan pasar mengkudu di Tanah Air makin tak terbendung. Hanya dalam tempo 3 tahun, sedikitnya telah ada 50 perusahaan yang bergerak dalam bidang pengolahan mengkudu, baik skala besar (pabrikan) maupun rumah tangga (home industry).
Hasil riset Lembaga Pengkajian Bisnis Pangan Bogor, dari 50 perusahaan tersebut, sedikitnya 900 juta liter sari mengkudu terjual tiap bulan. Jika pada tahun 1999 omzet bisnis mengkudu mencapai Rp 1,5 miliar, pada tahun 2001 menjadi Rp 40 miliar. Luar biasa. Sedangkan di seluruh dunia, omzet bisnis mengkudu mencapai angka 500 juta dolar AS. Dengan asumsi produksi setiap liter jus mengkudu membutuhkan 4-8 kg buah segar, berarti setiap bulan dibutuhkan 720-1.440 kg buah mengkudu segar untuk diolah (A.P. Bangun & Sarwono, Khasiat dan Manfaat Mengkudu, 2002).
Meski demikian, sebenarnya mengkudu sejak lama dikenal sebagai tanaman yang berkhasiat. Setidaknya sejak 1500 tahun lalu penduduk Kepulauan Hawaii sudah menganggap mengkudu sebagai barang keramat. Mereka menyebutnya dengan nama “Noni” dan dipercaya memiliki banyak manfaat sebagai obat. Oleh karenanya, mengkudu pun mendapat julukan lain yakni sebagai Hawaiian magic plant karena tanaman ini dipercaya mampu mengobati berbagai jenis penyakit. Karena selalu mengonsumsi mengkudu, mereka merasa selalu sehat sepanjang tahun, tanpa gangguan penyakit yang berarti.
Demikian pula dengan masyarakat di sejumlah negara sudah sejak lama mengenal mengkudu sebagai tanaman obat multi khasiat. Khususnya bagi negara-negara di kawasan Asia Tenggara, Kepulauan Pasifik, dan Karibia, mengkudu sudah cukup populer sebagai bahan pengobatan tradisional. Seluruh bagian tumbuhan, mulai dari akar, batang hingga buah dimanfaatkan untuk mengobati berbagai jenis penyakit. Meski saat itu secara medis belum terbukti, tapi secara empiris sudah banyak orang merasakan khasiatnya. Sampai-sampai tabib di Kepulauan Pasifik menganggap mengkudu sebagai tanaman suci.
Secara tradisional, bagian tumbuhan mengkudu digunakan dalam bentuk segar, sari buah atau seduhan, dan tapal. Pengetahuan mengenai khasiat, cara-cara pengobatan, jenis-jenis penyakit yang bisa disembuhkan, biasanya diwariskan dari satu generasi ke generasi berikut. Akar misalnya, dimanfaatkan untuk mengobati kejang-kejang dan tetanus, menormalkan tekanan darah, obat demam, dan tonikum. Kulit batang digunakan sebagai tonikum, antiseptik pada luka atau pembengkakan kulit. Daunnya digunakan sebagai obat disentri, kejang usus, pusing, muntah-muntah, dan demam. Sedangkan buahnya untuk obat peluruh kemih, usus-usus, pelembut kulit, kejang-kejang, bengek, gangguan pernapasan, dan radang selaput sendi.
Sementara itu, secara modern, berdasarkan hasil penelitian dan riset tentang khasiat mengkudu, para ilmuwan Barat berhasil mengidentifikasi mengkudu mengandung zat-zat aktif yang sangat bermanfaat bagi kesehatan. Dr. Isabella Abbott misalnya, seorang ahli botani, pada tahun 1992 menulis, mengkudu semakin banyak digunakan orang untuk mengontrol diabetes, kanker, dan tekanan darah tinggi. Kemudian pada 1993, jurnal Center Letter melaporkan bahwa beberapa peneliti dari Keio University dan The Institute of Biomedical Sciences Jepang melakukan riset terhadap 500 jenis tanaman. Mereka mengklaim telah menemukan zat antikanker dalam buah mengkudu.
Yang agak populer tampaknya hasil survei yang dilakukan Dr. Neil Solomon terhadap 8.000 pemakai sari buah mengkudu, termasuk 40 dokter dan praktisi medis. Hasilnya memperlihatkan, jus mengkudu membantu menyembuhkan sejumlah penyakit. Sedikitnya ada 22 jenis penyakit, antara lain darah tinggi, kolesterol, stroke, kanker, asam urat, diabetes, kelemahan seksual, rasa nyeri, depresi, gangguan ginjal, dan stres dengan tingkat keberhasilan 78%. Selain itu, jus mengkudu efektif menyembuhkan gangguan pencernaan, obesitas, alergi, sulit tidur, meningkatkan daya konsentrasi hingga daya seksual.
Menurut hasil penelitian, selain mengandung zat nutrisi, “sang noni” juga mengandung zat aktif seperti terpenoid, antibakteri, scolopetin, antikanker, xeronine, proxeronine, pewarna alami, dan asam. Zat nutrisi yang dibutuhkan tubuh tergolong lengkap di mengkudu. Terpenoid merupakan zat penting yang berfungsi membentuk tubuh dalam proses sintesis organik dan pemulihan sel-sel tubuh. Sedangkan zat antibakteri dalam mengkudu antara lain antrakuninon, acubin, dan alizarin. Zat-zat tersebut di antaranya mampu mematikan bakteri penyebab infeksi jantung dan disentri.
Teliti sebelum beli
Kini, pemanfaatan mengkudu sebagai obat lebih banyak dikemas dalam bentuk jus atau sari buah. Buah mengkudu yang tidak enak rasanya dan beraroma kurang sedap, diolah sedemikian rupa sehingga lebih nikmat diminum seperti halnya sirup atau jus buah biasa. Agar lebih menarik, jus mengkudu juga dikemas dalam berbagai rasa. Ada juga yang diolah dalam bentuk kapsul. Di samping untuk keperluan obat yang dikonsumsi dalam bentuk jus, buah mengkudu juga dikemas dalam bentuk sampo, conditioner, hair tonic, dan hair treatment.
Jus mengkudu merupakan hasil ekstrak cairan buah mengkudu matang yang masih mengandung zat-zat aktif (fitonutrien) yang sangat bermanfaat bagi tubuh. Zat tersebut merangsang sistem kekebalan tubuh, mengatur fungsi sel, dan memperbaiki sel-sel rusak maupun abnormal. Jus mengkudu yang baik berwarna cokelat kemerahan. Jika warnanya berubah menjadi hitam pekat, jus tersebut telah kehilangan aktivitas biologisnya dan tidak bermanfaat lagi. Selain itu yang harus diperhatikan adalah kandungan alkohol dalam jus mengkudu. Menurut pakar dan peneliti pangan IPB, Dr. Ir. Inggrid S. Waspodo, jus mengkudu yang diolah secara benar umumnya tidak mengandung alkohol. Di pasaran sendiri dikabarkan ada jus mengkudu yang kandungan alkoholnya sangat tinggi, yakni bisa mencapai 20%.
Inggrid yang merupakan peneliti pertama di Indonesia yang meneliti tentang manfaat buah mengkudu terhadap kesehatan manusia itu juga menyebutkan, ada beberapa produk jus mengkudu yang sengaja memfermentasi jus mengkudu dengan asumsi akan lebih berkhasiat dan enak rasanya. Padahal, asumsi seperti itu tidak benar. Menurut Inggrid, proses jus mengkudu yang tepat tidak melibatkan khamir di dalamnya dan kehadiran khamir secara spontan menunjukkan proses yang tidak higienis. Oleh karenanya, salah satu saran penting agar mendapatkan nilai positif bagi kesehatan dari konsumsi jus mengkudu, adalah teliti sebelum membeli.
“Pastikan dulu jus mengkudu yang akan dikonsumsi itu dalam keadaan segar dan diproses lewat pengolahan teknologi yang tepat serta higienis,” kata Inggrid. Selain itu, tentu saja keteraturan dalam mengonsumsi jus mengkudu sesuai anjuran.
Ternyata, di luar sifat multiguna sebagai tanaman yang berkhasiat mengobati berbagai jenis penyakit, mengkudu juga menimbulkan efek positif lain, yakni bisa menciptakan lapangan kerja baru dan sumber pendapatan serta kesejahteraan. Ini tidak lain karena berkat booming mengkudu, bisnis di seputar mengkudu pun turut berkembang. Salah satunya lewat sistem Uni Level Marketing (UNI), hampir sama dengan sistem MLM yang sudah lazim ditekuni sejumlah masyarakat.
Soal terbukanya peluang usaha ini diakui Ingen Bangun, Area Manager Balinony Wilayah Jawa Barat. Sebagai pelaku bisnis langsung yang sudah terjun sejak pertama kalinya bisnis mengkudu berkembang di Tanah Air, Ingen sudah merasakan dampak positif dari bisnis yang digelutinya. Ia menilai, prospek bisnisnya cukup bagus, terutama bagi kalangan generasi muda. “Daripada mencari-cari pekerjaan yang tidak jelas atau menjadi pegawai negeri dengan gaji tidak seberapa, lebih baik terjun dan tekuni bisnis mengkudu. Kalau bukan generasi muda, lantas siapa lagi yang akan memanfaatkan potensi dan peluang ini,” katanya penuh semangat. Betul juga ya. Muhtar/”PR”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar